SEGAGA SAI TUHA

Dalam kehidupan masyarakat adat Lampung di Lampung Barat khusunya yang menjadi ikutan/tutukan adalah yang tertua, demikian juga dalam keluarga yaitu yang tertua dalam keluarga tersebut, dalam adat istiadat juga yang tertua dalam status gelar adat dalam kehidupan adat istiadat tersebut dalam kehidupan keseharian tentunya tidak terlepas dari kegiatan adat istiadat adapun dalam kehidupan diluar kegiatan adat seumpama di kantor, pasar, sekolah dll maka tata cara kehidupan adat harus menyesuaikan dengan kondisi tersebut dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung sangat cocok untuk diterapkan tatkala kita tidak memakai tatacara adat istiadat.

Kepemimpinan adat hanya berlaku bagi sekelompok adat tersebut dan juga didalam kegiatan adat istiadat umpamanya hajjatan baik berupa nikahan, sunatan dll yang masih berkaitan dengan menggunakan kegiatan adat pada pelaksanaannya acaranya, kalaupun seseorang tidak mau memakai acara adat maka yang dipakai acara nasional dan kewenangan adatpun dalam acara tersebut kurang difungsikan, karena statusnya dalam acara tersebut berdasarkan hasil keputusan rapat panitia, bukan rapat adat istiadat, kalau dalam masyarakat adat kewenangannya didalam adat itulah umpamanya seorang raja, maka kewenangannya dalam mengatur terdapat dalam strata dibawahnya yaitu pihak batin-batin yang ada dibawah naungannya, demikian juga dengan seorang suntan maka ia hanya berwenang untuk mengatur kewenangan dibawahnya yaitu raja-raja dibawah kepemimpinan adatnya, lalu bagaimana dengan lain kepemimpinan katakanlah lain dalom/beda suntan, maka harus dilihat waktu itu yang memiliki pekerjaan (gawi adat pada kepemimpinan siapa) maka status yang lain sebagai pihak yang membantu dan tidak berwenang untuk memutuskan sesuatu keputusan adat. Adapun sebagai kehormatan diikutkan saja dalam acara musyawarah adat, sebagai pemberi pertimbangan masukan dan arahan yang sekirannya diterima akan tetapi keputusannya tetap pada pimpinan adat setempat (yang sedang mempunyai gawi adat).

Kalau hal tersebut dapat diterapkan dalam masyarakat adat tentunya tidak akan terjadi benturan-benturan dikarenakan berbeda kepentingan, hukum adat ini tidah tertulis akan tetapi kalau diikuti secara baik tentu tujuannya juga untuk ketentraman, karena masing-masing menjadi pengayom bagi anak buahnya.

Yang membuat sesuatu menjadi sebuah benturan apabila seseorang tersebut tidak mau lagi berpatokan dengan adat yang sebenarnya, biasanya dikarenakan faktor ekonomi yang mafan dan agak berlebih diberikan oleh Allah Swt. Maka disitu timbul suatu keangkuhan dan merasa ke-akuan-nya lebih besar didukung dan diikuti oleh masyarakat sekitarnya yang merasa silau dengan faktor yang namanya faktor ekonomi maka peran adat akan tersingkirkan oleh peran ekonomi tersebut, karena ekonomi bisa mempengaruhi orang, mengarang sebuah cerita dan sejarah, serta berbuat seenaknya dengan kemampuan ekonominya yang dimilikinya.

Peran ekonomi ini saya buat sebuah contoh dan pernah terjadi dalam sejarah pada sa’at panen raya (ngegetas) ada dua orang yang kebetulan secara bersamaan melakukan ngegetas yaitu seorang dalom akan tetapi miskin dan seorang radin tetapi ekonomi berlebih melakukan kegiatan panen secara bersamaan maka semua masyarakat dalam adat tersebut hampir dikatakan akan sebagian besar mengikuti radin menolong radin tersebut karena masyarakat akan lebih silau dengan ekonominya.

Demikian juga dalam gawi adat sekalipun seorang radin akan meminta dalam proses arak-arakan jalan pengantin tentunya agar dibuat lebih meriah karena dalam acara gawi adat tentunya dengan ekonomi yang berlebih akan membuat suasana lebih meriah dan lebih wah seorang radin tersebut meminta agar waktu jalan memakai jalannya raja (diregahko raja) dengan pernak pernik kelengkapannya yang memang agak lebih dari seorang radin dan juga faktor untuk menghilangkan seorang diatasnya seumpama seorang batin yang biasanya juga kurang berperan dalam adat juga karena faktor ekonomi yang agak kurang.

Demikian juga dalam sekala yang lebih besar antar kepala hadat/suntan baik didalam dan juga antar pekon dan lain-lain, banyak saya perhatikan seseorang kepala hadat yang sebenarnya juga sengaja tidak diperankan dalam kegiatan dikarenakan kepala hadat tersebut miskin, demikian juga dengan cerita dan sejarah sengaja dikarang dengan sesuatu yang dibuat versi baru, sering saya perhatikan ada suatu perdebatan antara cerita sejarah yang sebenarnya dengan versi cerita orang tua dan cerita yang dikarang dengan sebuah catatan maka akan lebih kuat certita yang dikarang dan diterbitkan dalam sebuah buku walaupun kenyataannya versi buku lebih kepada sebuah karangan baru oleh penulisnya dari pada berpijak pada sejarah ini lebih merajalela dizaman oede baru dimana banyak pemimpin menerbitkan buku sendiri-sendiri dengan versinya sendiri padahal banyak yang lebih mengerti dengan hal ikhwal yang sebenarnya akan tetapi ceritanya tidak menarik karena tidak bisa menyusun kata-kata yang indah maka musnahlah cerita yang sebenarnya tersebut. Perdebatan tersebut pernah saya dengar dengan bahasa yang keluar dari pihak yang mempercayai versi baru (karangan buku) “dang niku ngacicak jama cerita karanganmuno kanah niku tekawa radu wat versini pemerintah rik radu diakui serta disahko pemerintah tutuk ria sai radu disahko pemerintah ingok kanah niku tekawa” begitu yang pernah saya dengar perdebatan tersebut. Kalau dalam bahasa Indonesianya yaitu jangan kamu sering-sering bercerita seperti itu nanti kamu dipenjara karena cerita tersebut telah ada dalam bentuk buku yang diterbitkan oleh Pemerintah dan diakui oleh pemerintah jadi sudahlah ikuti aja yang sudah ada gak usah macam-macam ingat nanti kamu dipenjara, itulah kurang lebih maksud dan maknanya kalimat diatas.

Dari uraian yang saya buat secara singkat diatas tersebut apa sebenarnya yang terkandung didalam makna kisah-kisah tersebut diatas, tidak lain sebuah kehormatan semu kehormatan yang dibuat bukan berdasarkan kisah dan tanggung jawab yang sebenarnya, dimana karena yang dituakan maka dialah yang dihormati maka timbullah untuk membuat suatu cerita agar menjadi yang tertua karena yang tertua biasanya bisa memimpin dan mengayomi dan akhirnya dihormati, maka timbullah upaya untuk selalu berbuat dan berupaya menjadi yang tertua dalam bahasa Lampung yaitu SEGAGA SAI TUHA.

Harapan saya mari kita gali lagi sejarah yang sebenarnya ke-otentikan sejarah yang sebenarnya walaupun miskin kalau memang dia yang berperan didalam daerah tersebut ayo kita dukung, jangan terus menerus untuk tersesat sementara kita tau sendiri kita tersesat dan tidak mau berobah dan mengakui kita tersesat karena faktor gengsi / harga diri yang berlebihan, sejarah adalah sebuah peradaban dan cerita yang berlaku saat itu bukan sebuah karangan, karena dunia selalu berputar pada porosnya aturannya sudah ditentukan oleh Tuhan Allah SWT. memang untuk faktor ekonomi selalu berputar ada kalanya seseorang mempunyai ekonomi lebih dan ada kalanya pasa-pasan bahkan kurang janganlah faktor ekonomi sengaja mengaburkan keberadaan sejarah yang sebenarnya. KARENA SEMURAH APAPUN YANG NAMANYA KOPIYAH AKAN DIPAKAI DIKEPALA, DAN SEMAHAL APAPUN YANG NAMANYA SEPATU TETAP AKAN DIPAKAI DI KAKI. Wallohualam semoga masih ada yang setuju....

SEJARAH DAN WILAYAH-2 TEMPAT BERDIRINYA PEKON WAY MENGAKU

Pulau Pinang;

Ini adalah lokasi Pekon Way Mengaku pertama kali, lokasinya berada di Pulau Pinang seberang sawah dibelakang Radio Mahameru dan daerah luarnya sudah berubah nama menjadi Suka Menanti, batas wilayah pertama kali yaitu di Batang Cempedak (bahasa lampungnya batangni nenakan) yang tumbuh di pinggir lapangan Negara Batin Pasar Liwa (Depan Polsek Balik Bukit), batang cempedak tersebut hingga tahun 1990 masih ada dan tumbuh besar batangnya besar ,enjulang tinggi..

Pering Belabar;

Pering belabar ini bertempat di seberang sabah setukung kalau ditarik lurus dari jalan raya dua jalur Liwa Way Mengaku mungkin seberang Kejaksaan Negeri Liwa, disini juga pernah berdiri Pekon Way Mengaku, dan ditandai dengan Pesta Irau, Prasasti tempat rencana menyembelih gadis pada pesta tersebut hingga saat ini masih ada yaitu dikebun kopi Bapak Ilyas berupa batu yang berdiri dan tidak terawat.

Pekonan ;

Lokasi ini bertepatan di Gang Pekonan, didekat jurang mengarah kesawah juga masih ada perkuburan masyarakat pekon dahulu kala, dan pernah berdiri perkampungan Way Mengaku semenjak pindah dari lokasi Pering Belabar .

Pekon Tuha;

Yaitu berada dibelakang perkampungan Way Mengaku saat ini lokasinya yaitu disepanjang jalan dari simpang serdang menuju SDN 1 Way Mengaku lokasi tepatnya yaitu berada di samping sawah atar penganti, nama aslinya dahulu disekitar daerah atar keniray dah setelah dari tempat itu bergeser ke tempat yang sekarang ini yaitu di jalur dua yang menghubungkan antara Pasar Liwa dan Way Mengaku kalau dahulu jalan raya Liwa – Ranau, sekarang menjadi bernama Jalan Raden Intan.

Itulah sekilas cerita tentang tempat-tempat Pekon Way Mengaku dimasa lampau, dan daerah–daerah tersebut mempunyai nama-nama asli sebelum dirobah menjadi nama-nama baru oleh orang-orang yang tidak mengerti sejarah serta tidak memiliki kepentingan terhadap sejarah tersebut, akibat yang timbul yaitu beberapa kali terjadi pergeseran tapal batas pekon, itu dampak yang nyata terjadi baik yang berbatasan dengan pasar liwa begitu juga dengan yang berbatasan dengan Pekon Balak Padang Cahya disamping membuat rancu tentang peta wilayah dikarenakan sebagian besar masyarakat tidak mau dan tidak perduli dengan pekonnya yaitu pekon Way Mengaku untuk itu mengguggah saya untuk sedikit berbuat tatkala saya bertugas sebagai anggota LHP (Lembaga Himpun Pemekonan).

Upaya mengembalikan nama-nama tersebut telah pernah saya buat berupa peraturan pekon, yang ditandatangani oleh Pihak Peratin dan Anggota LHP dikala itu, dan Way Mengaku belum berobah menjadi Kelurahan masih pekon dan kepalai oleh seorang Perwatin yang dipilih langsung oleh masyarakat yaitu Bapak Abdul Kodir, peraturan tersebut lengkap dengan lampiran peta pekon serta lampiran nama-nama wilayah tersebut dengan nama lama berobah menjadi nama-nama baru serta didalam peraturan tersebut saya kembalikan kepada nama-aslinya, yaitu nama yang berdasarkan sejarah terbentuknya wilayah (nama wilayah lama).

Demikian sejarah singkat tentang wilayah pekon Way mengaku, agar kita mengetahui sejarah tersebut dan sedapat mungkin merasa memiliki serta menjunjung tinggi sejarah keberadaan tempat wilayah sebagai identitas warga pribumi dan suku yang mendiaminya, karena kalau kita berdasarkan sejarah dalam menentukan wilayah serta batas-batas wilayah tentulah tidak akan terjadi kerancuan serta pergeseran tempat tidak ada yang merasa dirugikan oleh ketidak tahuan seseorang yang mengatas namakan pekon hendaknya selalu berkoordinasi dan meminta petunjuk terhadap orang-orang tua yang betul-betul mengetahui wilayah tersebut khususnya di wilayah Way Mengaku.